Selasa, 10 Februari 2015

Perbedaan Zakat, Sedekah, Infak, Hibah, dan Hadiah

Mengenal Makna Sedekah

Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makna yang sama dengan kata zakat, sebagaimana disebutkan pada ayat berikut, yang artinya,
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)
Dalam hadis yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus, kecuali pahala tiga amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan kebakan untuknya.” (QS. at-Tirmidzi dan lainnya)
Berdasarkan ini semua, Imam Mawardi menyimpulkan: Sedekah adalah zakat dan zakat adalah sedekah. Dua kata yang berbeda teksnya namun memiliki arti yang sama. (al-Ahkam as-Sulthaniyyah, Hal. 145)
Dengan demikian sedekah mencakup yang wajib dan mencakup pula yang sunah, asalkan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Oleh karena itu, sering kali Anda tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.
Walau demikian, dalam beberapa dalil, kata sedekah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah harta kepada orang lain. Sedekah dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri sendiri.
Suatu hari sekelompok sahabat miskin mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan mereka. Menanggapi keluhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada mereka melalui sabdanya:
Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan tasbih bernilai sedekah bagi kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil. Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran juga bernilai sedekah bagi kalian. Sampai pun melampiaskan syahwat kemaluan kalian pun bernilai sedekah.” Tak ayal lagi para sahabat keheranan mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali bertanya: “Ya Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu bila ia menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung dosa?” Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal, maka iapun mendapatkan pahala. (HR. Muslim)

Mengenal Makna  Infak

Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna yang cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).
Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberikut:
“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan) dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kemanapun dan untuk tujuan apapun, baik tujuan yang dibenarkan secara syariat ataupun diharamkan, semuanya disebut dengan infak. Oleh karena itu, mari kita simak kisah perihal ucapan orang-orang munafik yang merencanakan kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, Allah ceritakan, yang artinya,
Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan.”  (QS. Al-Anfal: 36)
Oleh karena itu pada banyak dalil perintah untuk berinfak disertai dengan penjelasan infak di jalan Allah, sebagaimana pada ayat berikut, yang artinya,
Dan infakkanlah/belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Mengenal Makna Hibah

Ketika Anda memberikan sebagian harta kepada orang lain, pasti ada tujuan tertentu yang hendak Anda capai. Bila tujuan utama dari pemberian Anda adalah rasa iba dan keinginan menolong orang lain, maka pemberian ini diistilahkan dalam syariat Islam dengan hibah. Rasa iba yang menguasai perasaan Anda ketika mengetahui atau melihat kondisi penerima pemberian lebih dominan dibanding  kesadaran untuk memohon pahala dari Allah. Sebagai contoh, mari kita simak ucapan sahabat Abu Bakar ketika membatalkan hibahnya kepada putri beliau tercinta Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Wahai putriku, tidak ada orang yang lebih aku cintai agar menjadi kaya dibanding engkau dan sebaliknya tidak ada orang yang paling menjadikan aku berduka bila ia ditimpa kemiskinan dibanding engkau. Sedangkan dahulu aku pernah memberimu hasil panen sebanyak 20 wasaq (sekitar 3.180 Kg). Bila pemberian ini telah engkau ambil, maka yang sudah tidak mengapa, namun bila belum maka pemberianku itu sekarang aku tarik kembali menjadi bagian dari harta warisan peninggalanku.” (HR. Imam Malik)

Mengenal Makna Hadiah

Diantara bentuk pemberian harta kepada orang lain yang juga banyak dikenal oleh masyarakat ialah hadiah. Dan saya yakin Anda pernah memberikan suatu hadiah kepada orang lain atau mungkin juga Anda menerimanya dari orang lain. Tentu Anda menyadari bahwa hadiah Anda tidaklah Anda berikan kepada sembarang orang, apalagi orang yang belum Anda kenal. Hanya orang-orang spesial dalam hidup Anda yang berhak mendapatkan hadiah Anda.
Hadiah yang Anda berikan kepada seseorang, sejatinya hanyalah salah satu bentuk dari penghargaan Anda kepadanya. Sebagaimana melalui hadiah yang Anda berikan, seakan Anda ingin meningkatkan keeratan hubungan antara Anda berdua. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengartikan makna hadiah dalam kehidupan masyarakat melalui sabdanya:
Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling cinta mencintai.”  (HR. Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad)
Berdasarkan ini, Anda dapat mengetahui berbagai pemberian yang selama ini oleh berbagai pihak disebut dengan hadiah, semisal hadiah pada pembelian suatu produk, atau undian atau lainnya. Pemberian-pemberian ini sejatinya tidak layak disebut hadiah, mengingat semuanya sarat dengan tujuan komersial, dan bukan untuk meningkatkan keeratan hubungan yang tanpa pamrih.
sumber: http://www.konsultasisyariah.com/beda-zakat-sedekah-infak-hibah-dan-hadiah/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar